Syaikh Ibnu Athoillah berkata :
إِرَ ادَ تُــكَ الـتَّجْرِ يْدَ مَـعَ إِقَامَـةِ اللَّهِ إِ يَّـاكَ فيِ اْلأَسْبَابِ مِنَ الشَّـهْـوَ ةِ الْخَفِـيـَّةِ. وَ إِرَادَ تُـكَ اْلأَسْبَابَ مَعَ إِقَامَةِ اللَّهِ إِ يَّـاكَ فيِ الـتَّجْرِ يْدِ اِنحِطَاطٌ مِنَ الْهِمَّةِ الْعَـلِـيـَّةِ
" Keinginanmu untuk TAJRID sementara Allah masih menegakkan engkau di dalam ASBAB merupakan syahwat yang tersamar ( halus ) . Dan keinginanmu kepada ASBAB pada saat Allah sudah menegakkan engkau dalam TAJRID merupakan suatu kejatuhan dari himmah yang tinggi ."
Asbab (أسباب ) artinya sebab atau suatu usaha untuk mencapai tujuan .
Tajrid (تجريد ) artinya melepaskan , membersihkan atau memurnikan . Yakni melepaskan diri dari ketergantungan duniawi demi fokus kepada Allah ﷻ .
KH Imron Jamil ( Ponpes Kyai Mojo Jombang ) memberi analogi yang menarik dalam Kajian Rutin Kitab Al Hikam yang Penulis ikuti pada Ahad Pagi 9 Maret 2025 di Masjid Jami' Al Muttaqin Driyorejo Gresik :
Sebuah cerita tentang Pak Haji yang mempunyai dua Orang buruh bernama Pardi dan Parjo .
Suatu hari Pak Haji mencegah Pardi untuk bekerja : " Hari ini kamu jangan kerja , temani aku ngopi sambil ngobrol ."
Usai ngobrol cukup lama , Pak Haji menyuruh Pardi mengambil kopi dan rokok sesukanya di dapur .
Pardi pun kemudian terlihat asyik menikmati hingga Parjo datang dari sawah dengan badan penuh keringat .
" Enak sekali kamu nggak kerja ." Tegur Parjo . Pardi pun menyahut " Ini hasilnya kalau kita dekat sama Majikan ."
Bagaimana kalau Parjo menyimpulkan jika bisa ngobrol dengan Pak Haji dan menolak kerja maka akan mendapatkan kenikmatan seperti Pardi ?
Sebaliknya ...
Di lain waktu , Parjo menemui Pak Haji untuk melaporkan hasil panen di sawah .
Namun Pak Haji merespon : " Sudah ambil saja semua buat keluarga mu di rumah ."
Bagaimana jika kemudian Pardi nggak mau di ajak ngobrol lagi sama Pak Haji dan memilih bekerja saja karena hasilnya ternyata lebih besar ?
Bukankah keduanya bersikap kurang adab pada Pak Haji yang mempunyai kuasa penuh menentukan tugas , upah dan hadiah buat mereka ?
Demikianlah ...
Ketika Allah ﷻ menempatkan hamba Nya pada kedudukan asbab di mana harus berjuang dengan beragam profesi untuk meraih kemaslahatan hidup .
Allah ﷻ juga memberi fasilitas berupa skill , peluang kerja atau modal .
Tetapi hamba menolak dan memaksakan diri untuk memperbanyak ibadah di Masjid dengan menelantarkan anak istri .
Inilah syahwat yang halus ( الشَّـهْـوَ ةِ الْخَفِـيـَّةِ ) karena terlihat bagus padahal hanya memperturutkan kemalasan dan ingin enaknya saja .
Begitu pula ketika Allah ﷻ menempatkan hamba Nya dalam kedudukan tajrid .
Allah ﷻ cukupkan kebutuhan nya walau terkadang dengan cara yang menimbulkan prasangka manusia .
Allah ﷻ mengundangnya untuk mendekat dengan beragam ibadah seperti dzikir , memperbanyak shalat sunnah , membaca Al Qur'an , menghadiri Majelis Ilmu dan sebagainya .
Namun ia memaksakan diri bekerja atau berbisnis padahal pintunya sedang Allah ﷻ tutup rapat .
Sungguh selain kurang ajar kapada Rabb ﷻ yang sedang menginginkan dirinya sekaligus menjatuhkan diri sendiri dari himmah yang tinggi .
Maka hamba yang baik adalah mereka yang mampu menyesuaikan diri di manapun Allah ﷻ meletakkan dirinya dalam Taqdir .
Ia tetap tersambung ( wushul ) dengan Allah ﷻ karena termasuk ibadah hati yang harus di tempuh Para Salik .
Tanpa terhalang keterbatasan fisik seperti beragam ujian hidup yang menyebabkan kuantitas ibadah berkurang .
Seorang yang mengenal Allah ﷻ tidak harus ahli ibadah . Demikian pula Seorang ahli ibadah belum tentu mengenal Sesembahannya dengan baik .
Namun semua aktivitas hidup bisa bernilai ibadah bergantung niatnya .
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
" Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya dan ( balasan ) bagi tiap - tiap orang ( tergantung ) apa yang menjadi niatnya ." HR Bukhari .
Beberapa paragraf terakhir Penulis tambahkan bukan dari perkataan KH Imron Jamil .
Semoga Allah ﷻ senantiasa mencurahkan Hidayah Nya agar kita memiliki adab terhadap Nya .
Wallahua'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar